Minggu, 03 Juni 2012

Review Wajib Daftar Perusahaan

Jurnal Wajib Daftar Perusahaan

Wajib Daftar Perusahaan

Abstrak 

Wajib Daftar Perusahaan sebagaimana yang terdapat di Undang – Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sangat bermanfaat baik dari segia Pemerintah, Dunia Usaha maupun Pihak lain berkepentingan adapun tujuan dilakukannya daftar perseroan adalah untuk mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dan resmi untuk semua pihak yang berkepentingan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Dengan demikian dafta perusahaan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Indonesia
Kata Kunci: Wajib Data Perusahaan, Perseroan Terbatas
Pendahuluan
            Dengan melihay dasar pertimbangan dan Undang – Undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP), daftar perusahaan merupakan daftar catatan resmi yang dapat dipergunakan oleh pihak – pihak yang memerlukan. Ada 3 (tiga) pihak yang memperoleh manfaat dari daftra perusahaan tersebut yaitu:
A.    Pemerintah
Dalam rangka memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan termasuk untuk kepentingan pengaman pendapatan Negara yang memerlukan informasi yang akurat.
B.     Dunia Usaha
Mempergunakan daftar perusahaan sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Selain itu juga dala upaya mencegah praktek usaha yang tidak jujur.
C.     Pihak lain yang berkepentingan atau masyarakat yang memerlukan informasi yang benar (I>G> Rai Widjaja, 2006 : 270)
Mengingat manfaat tersebut di atas makan tujuan daftar perusahaan seperti terdapat pada pasal 2 UUWDP adalah untuk mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam psal 3 UUWDP yaitu daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4 nya setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam daftar perusahaan.
Dalam pasal 29 UU PT No. 40 tahun 2007 dinyatakan bahwa pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Departemen Perdagangan. Dalam hal ini saya akan menjelaskan dengan dilepaskannya kewajiban pendaftaran dalam UUPT ini dan kewajiban pendaftaran, menurut UUWDP bukan berarti UUWDP tidak berlaku tetapi tetap berlaku tapi bukan lagi merupakam syarat sebelum dapat dilakukannya pengumuman perseroan terbatas di Berita Negara dan penulis juga ingin menjelaskan bagaimana pelaksanaan UUWDP sebelum dan sesudah berlakunya UUPT No. 40 tahun 2007.
Pembahasan
A.    Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23:  para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD: para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No. 1 Tahun 1995, dengan adanya undang – undang tersebut maka hal – hal yang berkenan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang – Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan keputusan Menperindag No. 12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No. 327/MPP/Kep?&/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, Persekutuan Komanditer, Koperasi, Perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
B.     Wajib Daftar Perusahaan Setelah Adanya UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Setelah resmi berlakunya Undang – Undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1995 dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang – Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru. Salah satu ketentuan baru dalam UUPT barn adalah pengajuam permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29 UUPT baru dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaran perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum sedangkan dalam UUPT lama yang mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalu Direktoran pendaftaran perusaahan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor Pedaftaran Perusahaan (KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen perdagangan di tingkat I dan II. Dengan perbedaan ini timbul pertanyaan apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?
Berdasarkan hal diatas, bahwa antara kedua Undang – Undang tersebut terdapat kontrakdiktif normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua undang – undang tersebut terdapat pengaturan yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuau dengan ketentuan UUWDP mengingat adanya ketentuan sanksi tersebut?
Beranjak dari permasalahan – permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk diahami secara berbeda – beda oleh para subjek hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus – kasus tertentu masing – masing akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal – hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan undang – undang.
Adapun pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang – undang dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 60).
            Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan:
1.  Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka16 UUPT yang baru adalah sebagai berikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
2.  Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
·    Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
·    Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
·    Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Penjelasan
Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian,kalau kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana;
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pengertian perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah satunya perseroan terbatas. Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ;
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah:
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan
Kemudian, dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak berlaku.
Adapun UUPT yang baru mulai berlaku pada 16 Agustus 2007, sehingga sejak tanggal tersebut mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku. Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku. Hal ini dikarenakan dalam UUPT yang barudinyatakan mengenai pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang hukum dan hak asasi manusia.Berdasarkan pada ketentuan tersebut, jadi Departemen Hukum dan HAM yang berwenang untuk menyelenggarakan pendaftaran perseroan.
Selain itu, mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undang­undang tersebut mencapai tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal tertentu dapat juga kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :
1. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).
Pengertian kedua asas hukum tersebut adalah terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum.Sedangkan terhadap undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak berlaku lagi apabila ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang sama. (Soerjono Soekanto, 1993: 7 - 8)
Dengan penerapan Government online yang melalui SABH maka penyelepaian badan hukum mulai dari permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan serta penerbitan tanda daftar perseroan berada dalam wewenang Depkumham.
Sumber :
  I.G.Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Hukum Perusahaan, cetakan keenam Bekasi, Kesaint Blanc, Maret, 2006
Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, citra Aditya Bakti, 1993.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cetakanketiga, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor. M. HH. 03. AH. 01. 01 Tahun 2009 Tentang Daftar Perseroan.
Nama Kelompok  :

Risca Damayanthi (26210025)
Nurvita Setyaningsih (25210225)
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
Setyo Rini Purbowati (26210489)
Ridwan (25210915)
2 EB 06
Pengarang : Wahyuni Safitri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar