Senin, 04 Juni 2012

Review Hukum Perdata

Amandemen Hukum Perdata Dalam Kerangka Hukum Nasional : Tinjauan Islam dan HAM
Pengarang : A. Dardiri Hasyim

Abstract

Those who understand Indonesian law well, realize that the civil law of  the Indonesia is still under the influence of Dutch law. The content of the law, therefore, depends somewhat on the interest of the Dutch, and indeed is a response to situations and needs a hundred years ago. The modern context is very different, and it is necessary to amend the law in the order to line with this context. This article seeks to demonstrate the need for amendment of the civil law of Indonesia, with reference in particular to Islamic and human rights perspectives, and offers a number of alternative proposals for such amendment. The research is literature – based, focusing on the primary source of the KUHPerdata (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata) and a variety of secondary materials. It is concluded that a number of the articles of the KUHPerdata are in need of amendment if they are to be brought into line with the modern Islamic and human right facets of society. The relevant areas that require change include: (1) gender bias, (2) substantive discrimination, (3) the pro – European rather than pro – Indonesian slant, (4) anti – Indonesian Discrimination, (5) violence under traditional law, (6) violence under Islamic law, (7) remaining problems with the time of application, and (8) the need to take account of modern demands.
Pendahuluan

Hukum Perdata adalah hokum yang mengatur kepentingan perorangan, pribadi, atau privat. Dapat juga diartikan hokum yang memuat hak dan kewajiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat atau keseluruhan aturan – aturan hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban dari orang yang satu terhadap yang lainnya, serta mengatur tingkah laku mereka di dalam pergaulan masyarakat dan keluarga.
Terpisahnya Hukum Perdata dengan Hukum Dagang sesungguhnya hanya di sebabkan sejarah saja, karena dalam hukum romawi yang kemudian dijiplak oleh Hukum Perancis, belum dikenal peraturan seperti yang dikenal dalam Wetboek van Koophandel (WvK) sekarang, sebab perdagangan Internasional belum dikenal saat itu, hal tersebut baru berkembangan pada abad pertengahan. Sebagai akibat dari situasi tersebut, di Negara Belanda dan Indonesia, demikian juga bagi pada umumnya Negara – Negara Eropa yang Hukum Romawi pernah sangat berpengaruh, Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) – nya menjadi terpisah. Di Amerika Serikat dan Swiss kedua hukum itu disatukan dalam satu buku saja.

II. Metode Penilaian

Penelitian ini adalah penelitian pustaka (literer), yakni dengan meneliti sumber data pustaka, baik berupa Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sendiri maupun buku – buku dan artikel – artikel yang membicarakan masalah sekitar Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Sedangkan sifatnya adalah deskriptif – analitis, yakni menggambarkan atau menjelaskan sejumlah pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang berkaitan dengan pokok masalah. Kemudian Menganalisisnya untuk membuktikan signfikansi amandemen pada sejumlah pasal dalam upaya membangun hukum nasional Indonesia. Penelitian ini penting utuk menyadarkan kia semua, khususnya para sarjana dan petinggi Negara yang mempunyai otoritas untuk melakukan tentang signifikannya dilakukan amandemen terhadap sejumlah pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, bukan lagi hanya sekedar wacana tetapi dalam praktek.

III. Hasil dan Analisis
A.    Entitas ( kedudukan ) KUH Perdata dalam Kerangka Hukum Nasional\
Hindia Belanda ( Kepulauan Indonesia ) selama lebih kurang 350 tahun berada pada cengkeraman penjajah Belanda. Selama itu pula hukum yang berlaku disini adalah meneladani hukum yang berlaku di Negari Belanda. Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga Belanda menyerah kepada bala tentara Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu hingga 17 Agustus 1945 di daerah bekas jajahan yang bernama Hindia Belanda, berlakulah tatanan hukum dari pemerintah bala tentara Jepang. Meskipun Negara RI telah memproklamirkan kemerdekaannya tetapi Belanda dengan bantuan tentara sekutu masing ingin kembali menguasai bekas jajahannya di Indonesia. Selama empat tahun lebih Belanda berusaha utuk menduduki kembali wilayah Indonesia, samoai akhirnya mereka mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desembr 1949. Sejak saat itu kembalilah semua wilayah yang telah mereka duduki kepada kekuasaan pemerintah RI, kecuali Irian Barat.
Berdasarkan kesepakatan dalam koferensi Meja Bundar di Den Haag, maka berdirilah Negara Republik Indonesia  Serikat yang beranggotakan semua Negara bagian, yang sebelumnya telah di bntuk oleh pemerintah. Negara RI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 pun, merupakan anggota dari Negara serikat tersebut. Ini berarti bahwa tatanan hukum yang berlaku sejak 17 AGustus 1945 hanya berlaku bagi wilayah Negara RI yang merupakan bagian dari RIS saja,, dan tidak berlaku untuk semua wilayah RIS.
B.     Alasan Pembaruan Isi KUH Perdata (BW)
Setiap ada perubahan tentu pantas untuk dipertanyakan, mengapa hal itu terjadi atau apa sebab – sebab terjadinya suatu perubahan tersebut. Demikian pula adanya perubahan KUH Perdata (BW) yang sudah terkondifikasi dan sudah berjalan ratusan tahun, mengapa diperlukan suatu  perubahan – perubahan. Ada delapan alas an yang menyebabkan perlunya perubahan terhadap KUH Perdata, sekaligus inilah yang menjadi inti dari tulisan ini, yakni untuk menunjukan alasan tersebut. Kedelapan alasan tersebut adalah (1) Bias Gender, (2) Diskriminatif antara Ras Eropa dan Bukan Eropa, (3) Memenangkan Eropa dan mengalahkan Pribumi, (4) Merugikan Pribumi (5) menghilangkan Hukum Agama Indonesia (7) sebagai Hukum Terkodifikasi masih ada yang mempertanyakan keabsahan masa berlakunya di Inonesia (8) perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan masyarakat. Alasan ini jelas bertentangan dengan prinsip jaminan hak – hak asasi manusia (HAM) dan ajaran pokok Islam yang menentang segala bentuk diskriminasi.
C.     Perubahan Subtansial Isi Hukum Perdata
Suatu perubahan dapat berwujud perubahan yang bersifat konstruktif dan dapat pula berupa perubahan yang sifatnya distruktif. Suatu perubahan dikatakan konstruktif apabila sesuai dengan rencana yang bermuara positif, dan sebaliknya perubahan dikatakan sebagai distruktif apabila bermuara sebaliknya yaitu negative,merusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan ke masa depan. Mendasar dalam upaya menjadikan Indonesia memiliki Hukum yang selaras dengan tata Hukum Indonesia.
D.    Kesimpulan
Berdasar uraian diatas, dapat ditulis (BW) yang perlu di adakan perubahan dengan alasan :
a.       Isi KUH Perdata bersifat diskriminatif antar jenis kelamin; laki – laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 108 dan 110 KUH Perdata.
b.      Isi KUH Perdata Diskriminatif antara Ras Eropa danbukan Eropa, sebagaimana dapat dilihat pada pasal 1603x KUH Perdata.
c.       Isi KUH Perdata memenangkan orang Eropa mengalahkan orang Pribumi. Sebagai bukti dapat dibaca dalam pasal 1579 KUH Perdata.
Inti perubaha isi KUH Perdata (BW) yang berjumlah 1993 pasal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
a.       Buku I berjumlah 498 pasal, telah terhapus atau diubah 328 pasal sisanya tinggal 170 pasal.
b.      Buku II brjumlah 734 pasal, yang telah dihapuskan 336 pasal, sisanya 398 pasal.
c.       Buku III berjumlah 632 pasal, yang telah dihapus 189 pasal, sisanya 443 pasal
d.      Buku IV berjumlah 129 pasal, yang telah dihapus 46 pasal, sisanya tinggal 83 pasal.
Lembaga legislative akan terisi oleh putra bangsa Indonesia berupa Pancasila. Dan penolakan atau penerimaan bangsa Indonesia akan Pancasila menjadi salah satu sebab lambatnya realisasi Undang – Undang baru yang bernafaskan Pancasila.
Daftar Pustaka

Adiwinata, salih, Perkembangan Hukum Perdata / Adat Sejak Tahun 1960, Bandung: Alumni, 1983
Ahmad, Z. Anshori, sejarah dan kedudukan BW di Indonesia, Jakarta: CV Rajawali, 1986
Alkostar,Artidjo, Identitas Hukum Nasional, Yogyakarta : UII, 1977

 Sumber : http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=2728&idc=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar