Minggu, 03 Juni 2012

Review Perlindungan Konsumen

Kebijakan Publik PT (Persero) PLN Dalam Politik Hukum Perlindugan Konsumen Tenaga Listrik.

Pengarang :            Aman Santoso

Di Susun Oleh :
1.     NURVITA SETYANINGSIH      25210225
2.     RIDWAN                                25210915
3.     RISCA DAMAYANTHI              26210025
4.     RIZA FAJAR ANGGRAENI       26210089
5.     SETYO RINI PURBOWATI       26210489
Kelas        :             2EB06

Abstraksi

Konsumen tenaga listik selalu dalam posisi lemah ketika berhadapan dengan produsen lenaga listrik. Kelemahan tersebut terletak pada segi ekonomi / keuangan, hukum dan peradilan, daya lawar.
Persoalan muncul sehubungan dengan belum adanya Peraturan Pemerintah yang menjabarkan. Undang undang Notnor 20 Tahirn 2002 Tentang Kelenagalistrikan dun Utidnng-Undang Nonior 8 Tahuri 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Akibatnya, politik hukum menganlisipasi keadaan tersebut, Diretksi PT (Persero) PLN  Instruksi Nomor 00I /011/ DIR /ZOO2 telah mengelerkan Penetapan tahun 2002 sebagai Tahun Pelayanort Penetapan Intruksi Direksi PT (perseru) PLN itu bersifat kebijakan publik, sehingga perlu dikaji bagimana tingkat kesesuaiannya dengan Undang-Undang Ketenaga listrikan dan Undang-Undang Perlindungan Konsurnen. Apakah pelaksanaan kebijakan PLN tersebut cukup memberikan perlindungan konsurnun tenaga listrik serta faktor-faktor apa yang merupakan hambatan pelaksanaan kebijakan PLN lersebut. Kata kunci : Kebijakan publik, politik hukum, perlindungan konsumen tenaga listrik.

Pendahuluan

Secara umum kondisi konsumen tenaga listrik selalu lemah ketika berhadapan dengan PT PLN selaku produsen dan distributor tenaga listrik. Titik lemah posisi konsumen tenaga listrik terletak pada aspek sosial ekonomi / keuangan, hukum dan peradilan dan daya tawar.

Posisi kuat PT PLN, karena selama produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik di monopoli pengolaanya oleh BUMN ini. Rencana bahwa bidang produksi dan pemasaran tenaga listrik akan di serahkan pula oleh kalangan swasta belum terlaksana.

Kesiapan pihak swasta untuk berperan serta dalam pengadaan dan pelayanan tenaga listrik dalam rangka menghindari larangan undang undang nomor 5 tahun 1999, tetang larangan praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat belum memungkinkan secara obyektif.

Namun secara ideal persoalan perlindungan konsumen tenaga listrik tealah di tentukan dalam politik hukum ketenagalistrikan. Politik hukum tersebut tertua dalam undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan. Dalam undang undang itu di tegaskan hak dan kewajiban produsen maupun konsumen tenaga listrik.

Bentuk perlindungan konsumen tenaga listrik antara lain berupa :

·         PT PLN berkewajiban menjamin tersedianya tenaga listrik secara cukup, berkelanjutan dan dengan harga yang murah,
·         Perencaan produksi tenaga listrik dengan mempertimbangkan pentingan konsumen tenaga listrik.
·         Standaritas usaha ketenagalistrikan agar mutu dan kendala produksi, transmisi, distribusi tenaga listrik terjaga.
·         Adanya pembinaan dan pengawasan terhadap usaha ketenagalistrikan guna menjaga keselamatan seluruh sistem penyediaan tenaga listrik, keandalan dan kecukupan penyediaan tenaga listrik maupun kepastian dalam pelaksaan.
·         Harga tenaga jual tenaga listrik di tetepkan berdasarkan keputusan Presiden untuk menhindari kenaikan harga yang kurang proposional.

Hanya saja politik perliundungan konsumen tenaga listrik sebagaimana tertuang dalam undang undang tersebut belum efektif dalam pelaksaanya. Nilai nilai ideal di dalamnya belum di jabarkan dalam peraturan pemerintah, keputusan Presiden maupun keputusan menteri yang bersangkutan.

Untuk menjembatani agar undang undang tersebut dapat terealisir, politik hukum perlindungan konsumen listrik oleh di reksi PT PLN di tetapkan dalam kebijakan publik yang tertuang dalam instruksi direksi PT PLN nomor 001 / 011 / DIR / 2002.

Di dalamnya berisi 4 program peningkatan pelayanan pelanggan.

Program tersebut meliputi :

1.     Peningkatan pelanayan jangka pendek tentang : mutu baca meter listrik, pembedahan daftar induk pelanggan.
2.     Standaritas pelanayan yang terdiri dari : penetapan butir butir layanan teknik, penetapan klarifikasi layanan.
3.     Pelanayanan spesifik tentang fasilitas on line, pembayaran tagihan, konsultasi teknik dan komersial.
4.     Pengembangan sikap tanggap dan profesional yang meliputi : mendahulukan kepentingan konsumen, pembinaan pendidikan dm pelatihan serta penyuluhan, ketaatan pada kode etik layanan.

Menurut IR SRI SOEMANTRI yang dimaksud dengan politik hukum sebenarnya adalah kebijakan yang  berhubungan dengan hukum tertulis (legal policy crtou rechl polilik). Sedangkan istilah hukum tertulis menurut beliau hanya terbatas pada UUD, Ketetapan MIPR dan Undang-Undang.

Bagi penulis sependapat dengan HR. Sri Soemantri, sekedar politik hukum tersebut tertuang dalarn UUD dan Undang-Undang. Ketetapan MPR dengan amandemen UUD 1945 tidak termasuk kebijakan / politik hukum, karena kini MPR bukan institusi ketatanegaraan yang memiliki kewenangan membuat ketentuan yang mengikat orang banyak, kecuali dalarn menyusun dan merubah UUD. Bahkan kewenangan menyusun GBHN kini bukan pada MPR lagi. Berarti bahwa lembaga negara yang berwenang hanyalah Presiden bersama DPR RI dalam bentuk Undang-Undang dan MPR sepanjang menyusun dan merubah UUD.


Pembahasan

Kecukupan pelaksaan kebijakan publik P PLN dalam pemerian perlindungan tenaga listrik. Sebelum membahas apakah pelaksaan kebijakan publik PT PLN cukup memberikan perlindungan konsumen tenaga listrik, ada baiknya di kaji dahulu apakah unsur unsur konsumen dalam undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebagai lex generalis dan undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenaga listrikan sebagai lex specialis telah sesuai dengan instruksi direksi PT PLN itu.

Penilaian terhadap pelaksanaan pemberian perlindungan kosumen tenaga listrik sebagai menjadi kebijakan publik PT PLN yang tertuang pada program peningkatan pelayanan pelanggan tahun 2002, penulisan perolehan melalui kegiatan penelitian empiris.

Unsur perlindungan konsumen tenaga listrik di dasarkan tentang perlindungan konsumen yang meliputi : kepastian hukum, keterbukaan informasi dan akses mendapatkan informasi. Selanjutkan di kaitkan dengan pelaksaan program peningkatan pelayanan pelanggan dari PT PLN mangacu pada undang undang nomor 20 tahun 2002 tentang ketenaga listrikan sebagai indikatorpenelitian.

Dari hasil penelitian imperis tersebut di dapat data yang di rangkum dalam metrik. Metrik 3 mengungkapkan pelaksaan unsur kepastian hukum perlindungan konsumen tenaga listrik dengan indikator : mutu baca meter KwH, penerima dan penyelesaian gangguan, layanan pembayaran rekening listrik.

Diantara pelaksanaan Program peningkatan pelayanan pelanggan dari P'l' (Persero) PLN yang cukup berhasil memberikan perlindugan konsumen tenaga listrik adalah unsur keterbukaan informasi dan akses untuk mcmendapatkan informasi (matrik 4 dan 5). Hal itu terjadi karena PT (Persero) PLN telah melaksnnakan secara rutin pemberian informasi sambungan baru, tamhah daya kepada pelanggan yang berminiat lewat kantor PLN terdekat setiap saat di perlukan, informasi perbaikan jaringan dan instansi tenaga listrik selalu di sampaikan PLN melalu berbabagai media cetak dan elektronik.

Melalui telepon dan internet guna mengetahui jumlah tagihan perbulan maupun tunggakan tagihan bulan sebelumnya. Segala bentuk informasi yang perlu di ketahui pelanggan berupa pengumuman, pemberitahuan, penjelasan dapat di peroleh melalui mass media, telepon bahkan fasilitas on line melalui internet.

Satu satunya pelaksaan program peningkatan pelayanan pelanggan dari PT PLN yang masih kurang berhasil adalah unsur kepastian hukum dalam perlindungan konsumen tenaga listrik. Terutama baca meter KwH yang sering keliru, penyelesaian aliran listrik yang kurang cepat, antisipasi terhadap gangguan bencana alam belum di lakukan. Pelayanan sambungan baru tenaga listrik masih tersendat, ketaatan pasa kode etik PLN oleh petugas masih kurang karena kadang terjadi KKN dalam pencurian aliran listrik di perusahaan industri dan perdagangan, kontutitas produksi, transmisi dan distribusi tenaga kerja listrik belum tercapai sepnuhnya karena kekurangan koordinasi di antara bagian produksi dengan bagian transmisi.

Sementara perencaan pengembangan produksi tenaga listrik di tangani pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sedangkan PT PLN hanya menangani masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan bisang transmisi dan distribusi.

Akibatkan terdapat ketergantungan yang tinggi dari pelayanan PT PLN terhadap konsumen, berkenaan dengan kontinuitas dan kualitas produksi maupun transmisi tenaga listrik

Kesimpulan

·         Politik hukum perlindungan konsumen tenaga listrik telah sesuai dengan kebijakan publik PLN dengan unsur unsur perlindungan konsumen dalam undang undang ketenagalistrikan dan undang undang perlindungan konsumen.
·         Pelaksaan politik perlinduangan konsumen ketenagalistrikan dalam kebijakan punlik direksi PT PLN pada instruksi direksi PLN nomor 001 / DIR /2002 tanggal 3 Januari 2002, telah berhasil pada akses mendapatkan informasi.
·         Faktor hambatan perlinduangan konsumen tenaga listrik meliputi internal dan eksternal.

Sumber Jurnal
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=4004&idc=21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar