Senin, 04 Juni 2012

Review Hukum Perdata

Amandemen Hukum Perdata Dalam Kerangka Hukum Nasional : Tinjauan Islam dan HAM
Pengarang : A. Dardiri Hasyim

Abstract

Those who understand Indonesian law well, realize that the civil law of  the Indonesia is still under the influence of Dutch law. The content of the law, therefore, depends somewhat on the interest of the Dutch, and indeed is a response to situations and needs a hundred years ago. The modern context is very different, and it is necessary to amend the law in the order to line with this context. This article seeks to demonstrate the need for amendment of the civil law of Indonesia, with reference in particular to Islamic and human rights perspectives, and offers a number of alternative proposals for such amendment. The research is literature – based, focusing on the primary source of the KUHPerdata (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata) and a variety of secondary materials. It is concluded that a number of the articles of the KUHPerdata are in need of amendment if they are to be brought into line with the modern Islamic and human right facets of society. The relevant areas that require change include: (1) gender bias, (2) substantive discrimination, (3) the pro – European rather than pro – Indonesian slant, (4) anti – Indonesian Discrimination, (5) violence under traditional law, (6) violence under Islamic law, (7) remaining problems with the time of application, and (8) the need to take account of modern demands.
Pendahuluan

Hukum Perdata adalah hokum yang mengatur kepentingan perorangan, pribadi, atau privat. Dapat juga diartikan hokum yang memuat hak dan kewajiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat atau keseluruhan aturan – aturan hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban dari orang yang satu terhadap yang lainnya, serta mengatur tingkah laku mereka di dalam pergaulan masyarakat dan keluarga.
Terpisahnya Hukum Perdata dengan Hukum Dagang sesungguhnya hanya di sebabkan sejarah saja, karena dalam hukum romawi yang kemudian dijiplak oleh Hukum Perancis, belum dikenal peraturan seperti yang dikenal dalam Wetboek van Koophandel (WvK) sekarang, sebab perdagangan Internasional belum dikenal saat itu, hal tersebut baru berkembangan pada abad pertengahan. Sebagai akibat dari situasi tersebut, di Negara Belanda dan Indonesia, demikian juga bagi pada umumnya Negara – Negara Eropa yang Hukum Romawi pernah sangat berpengaruh, Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) – nya menjadi terpisah. Di Amerika Serikat dan Swiss kedua hukum itu disatukan dalam satu buku saja.

II. Metode Penilaian

Penelitian ini adalah penelitian pustaka (literer), yakni dengan meneliti sumber data pustaka, baik berupa Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sendiri maupun buku – buku dan artikel – artikel yang membicarakan masalah sekitar Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Sedangkan sifatnya adalah deskriptif – analitis, yakni menggambarkan atau menjelaskan sejumlah pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang berkaitan dengan pokok masalah. Kemudian Menganalisisnya untuk membuktikan signfikansi amandemen pada sejumlah pasal dalam upaya membangun hukum nasional Indonesia. Penelitian ini penting utuk menyadarkan kia semua, khususnya para sarjana dan petinggi Negara yang mempunyai otoritas untuk melakukan tentang signifikannya dilakukan amandemen terhadap sejumlah pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, bukan lagi hanya sekedar wacana tetapi dalam praktek.

III. Hasil dan Analisis
A.    Entitas ( kedudukan ) KUH Perdata dalam Kerangka Hukum Nasional\
Hindia Belanda ( Kepulauan Indonesia ) selama lebih kurang 350 tahun berada pada cengkeraman penjajah Belanda. Selama itu pula hukum yang berlaku disini adalah meneladani hukum yang berlaku di Negari Belanda. Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga Belanda menyerah kepada bala tentara Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu hingga 17 Agustus 1945 di daerah bekas jajahan yang bernama Hindia Belanda, berlakulah tatanan hukum dari pemerintah bala tentara Jepang. Meskipun Negara RI telah memproklamirkan kemerdekaannya tetapi Belanda dengan bantuan tentara sekutu masing ingin kembali menguasai bekas jajahannya di Indonesia. Selama empat tahun lebih Belanda berusaha utuk menduduki kembali wilayah Indonesia, samoai akhirnya mereka mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desembr 1949. Sejak saat itu kembalilah semua wilayah yang telah mereka duduki kepada kekuasaan pemerintah RI, kecuali Irian Barat.
Berdasarkan kesepakatan dalam koferensi Meja Bundar di Den Haag, maka berdirilah Negara Republik Indonesia  Serikat yang beranggotakan semua Negara bagian, yang sebelumnya telah di bntuk oleh pemerintah. Negara RI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 pun, merupakan anggota dari Negara serikat tersebut. Ini berarti bahwa tatanan hukum yang berlaku sejak 17 AGustus 1945 hanya berlaku bagi wilayah Negara RI yang merupakan bagian dari RIS saja,, dan tidak berlaku untuk semua wilayah RIS.
B.     Alasan Pembaruan Isi KUH Perdata (BW)
Setiap ada perubahan tentu pantas untuk dipertanyakan, mengapa hal itu terjadi atau apa sebab – sebab terjadinya suatu perubahan tersebut. Demikian pula adanya perubahan KUH Perdata (BW) yang sudah terkondifikasi dan sudah berjalan ratusan tahun, mengapa diperlukan suatu  perubahan – perubahan. Ada delapan alas an yang menyebabkan perlunya perubahan terhadap KUH Perdata, sekaligus inilah yang menjadi inti dari tulisan ini, yakni untuk menunjukan alasan tersebut. Kedelapan alasan tersebut adalah (1) Bias Gender, (2) Diskriminatif antara Ras Eropa dan Bukan Eropa, (3) Memenangkan Eropa dan mengalahkan Pribumi, (4) Merugikan Pribumi (5) menghilangkan Hukum Agama Indonesia (7) sebagai Hukum Terkodifikasi masih ada yang mempertanyakan keabsahan masa berlakunya di Inonesia (8) perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan masyarakat. Alasan ini jelas bertentangan dengan prinsip jaminan hak – hak asasi manusia (HAM) dan ajaran pokok Islam yang menentang segala bentuk diskriminasi.
C.     Perubahan Subtansial Isi Hukum Perdata
Suatu perubahan dapat berwujud perubahan yang bersifat konstruktif dan dapat pula berupa perubahan yang sifatnya distruktif. Suatu perubahan dikatakan konstruktif apabila sesuai dengan rencana yang bermuara positif, dan sebaliknya perubahan dikatakan sebagai distruktif apabila bermuara sebaliknya yaitu negative,merusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan ke masa depan. Mendasar dalam upaya menjadikan Indonesia memiliki Hukum yang selaras dengan tata Hukum Indonesia.
D.    Kesimpulan
Berdasar uraian diatas, dapat ditulis (BW) yang perlu di adakan perubahan dengan alasan :
a.       Isi KUH Perdata bersifat diskriminatif antar jenis kelamin; laki – laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 108 dan 110 KUH Perdata.
b.      Isi KUH Perdata Diskriminatif antara Ras Eropa danbukan Eropa, sebagaimana dapat dilihat pada pasal 1603x KUH Perdata.
c.       Isi KUH Perdata memenangkan orang Eropa mengalahkan orang Pribumi. Sebagai bukti dapat dibaca dalam pasal 1579 KUH Perdata.
Inti perubaha isi KUH Perdata (BW) yang berjumlah 1993 pasal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
a.       Buku I berjumlah 498 pasal, telah terhapus atau diubah 328 pasal sisanya tinggal 170 pasal.
b.      Buku II brjumlah 734 pasal, yang telah dihapuskan 336 pasal, sisanya 398 pasal.
c.       Buku III berjumlah 632 pasal, yang telah dihapus 189 pasal, sisanya 443 pasal
d.      Buku IV berjumlah 129 pasal, yang telah dihapus 46 pasal, sisanya tinggal 83 pasal.
Lembaga legislative akan terisi oleh putra bangsa Indonesia berupa Pancasila. Dan penolakan atau penerimaan bangsa Indonesia akan Pancasila menjadi salah satu sebab lambatnya realisasi Undang – Undang baru yang bernafaskan Pancasila.
Daftar Pustaka

Adiwinata, salih, Perkembangan Hukum Perdata / Adat Sejak Tahun 1960, Bandung: Alumni, 1983
Ahmad, Z. Anshori, sejarah dan kedudukan BW di Indonesia, Jakarta: CV Rajawali, 1986
Alkostar,Artidjo, Identitas Hukum Nasional, Yogyakarta : UII, 1977

 Sumber : http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=2728&idc=1

Minggu, 03 Juni 2012

Review Wajib Daftar Perusahaan

Jurnal Wajib Daftar Perusahaan

Wajib Daftar Perusahaan

Abstrak 

Wajib Daftar Perusahaan sebagaimana yang terdapat di Undang – Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sangat bermanfaat baik dari segia Pemerintah, Dunia Usaha maupun Pihak lain berkepentingan adapun tujuan dilakukannya daftar perseroan adalah untuk mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dan resmi untuk semua pihak yang berkepentingan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Dengan demikian dafta perusahaan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Indonesia
Kata Kunci: Wajib Data Perusahaan, Perseroan Terbatas
Pendahuluan
            Dengan melihay dasar pertimbangan dan Undang – Undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP), daftar perusahaan merupakan daftar catatan resmi yang dapat dipergunakan oleh pihak – pihak yang memerlukan. Ada 3 (tiga) pihak yang memperoleh manfaat dari daftra perusahaan tersebut yaitu:
A.    Pemerintah
Dalam rangka memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan termasuk untuk kepentingan pengaman pendapatan Negara yang memerlukan informasi yang akurat.
B.     Dunia Usaha
Mempergunakan daftar perusahaan sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Selain itu juga dala upaya mencegah praktek usaha yang tidak jujur.
C.     Pihak lain yang berkepentingan atau masyarakat yang memerlukan informasi yang benar (I>G> Rai Widjaja, 2006 : 270)
Mengingat manfaat tersebut di atas makan tujuan daftar perusahaan seperti terdapat pada pasal 2 UUWDP adalah untuk mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam psal 3 UUWDP yaitu daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4 nya setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam daftar perusahaan.
Dalam pasal 29 UU PT No. 40 tahun 2007 dinyatakan bahwa pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Departemen Perdagangan. Dalam hal ini saya akan menjelaskan dengan dilepaskannya kewajiban pendaftaran dalam UUPT ini dan kewajiban pendaftaran, menurut UUWDP bukan berarti UUWDP tidak berlaku tetapi tetap berlaku tapi bukan lagi merupakam syarat sebelum dapat dilakukannya pengumuman perseroan terbatas di Berita Negara dan penulis juga ingin menjelaskan bagaimana pelaksanaan UUWDP sebelum dan sesudah berlakunya UUPT No. 40 tahun 2007.
Pembahasan
A.    Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23:  para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD: para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No. 1 Tahun 1995, dengan adanya undang – undang tersebut maka hal – hal yang berkenan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang – Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan keputusan Menperindag No. 12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No. 327/MPP/Kep?&/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, Persekutuan Komanditer, Koperasi, Perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
B.     Wajib Daftar Perusahaan Setelah Adanya UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Setelah resmi berlakunya Undang – Undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1995 dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang – Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru. Salah satu ketentuan baru dalam UUPT barn adalah pengajuam permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29 UUPT baru dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaran perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum sedangkan dalam UUPT lama yang mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalu Direktoran pendaftaran perusaahan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor Pedaftaran Perusahaan (KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen perdagangan di tingkat I dan II. Dengan perbedaan ini timbul pertanyaan apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?
Berdasarkan hal diatas, bahwa antara kedua Undang – Undang tersebut terdapat kontrakdiktif normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua undang – undang tersebut terdapat pengaturan yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuau dengan ketentuan UUWDP mengingat adanya ketentuan sanksi tersebut?
Beranjak dari permasalahan – permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk diahami secara berbeda – beda oleh para subjek hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus – kasus tertentu masing – masing akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal – hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan undang – undang.
Adapun pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang – undang dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 60).
            Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan:
1.  Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka16 UUPT yang baru adalah sebagai berikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
2.  Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
·    Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
·    Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
·    Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Penjelasan
Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian,kalau kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana;
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pengertian perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah satunya perseroan terbatas. Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ;
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah:
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan
Kemudian, dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak berlaku.
Adapun UUPT yang baru mulai berlaku pada 16 Agustus 2007, sehingga sejak tanggal tersebut mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku. Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku. Hal ini dikarenakan dalam UUPT yang barudinyatakan mengenai pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang hukum dan hak asasi manusia.Berdasarkan pada ketentuan tersebut, jadi Departemen Hukum dan HAM yang berwenang untuk menyelenggarakan pendaftaran perseroan.
Selain itu, mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undang­undang tersebut mencapai tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal tertentu dapat juga kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :
1. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).
Pengertian kedua asas hukum tersebut adalah terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum.Sedangkan terhadap undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak berlaku lagi apabila ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang sama. (Soerjono Soekanto, 1993: 7 - 8)
Dengan penerapan Government online yang melalui SABH maka penyelepaian badan hukum mulai dari permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan serta penerbitan tanda daftar perseroan berada dalam wewenang Depkumham.
Sumber :
  I.G.Rai Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Hukum Perusahaan, cetakan keenam Bekasi, Kesaint Blanc, Maret, 2006
Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, citra Aditya Bakti, 1993.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cetakanketiga, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor. M. HH. 03. AH. 01. 01 Tahun 2009 Tentang Daftar Perseroan.
Nama Kelompok  :

Risca Damayanthi (26210025)
Nurvita Setyaningsih (25210225)
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
Setyo Rini Purbowati (26210489)
Ridwan (25210915)
2 EB 06
Pengarang : Wahyuni Safitri

Review Hukum Ekonomi Syariah

Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) dalam tinjauan Hukum Islam


Risca Damayanthi (26210025)
Nurvita Setyaningsih (25210225)
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
Setyo Rini Purbowati (26210489)
Ridwan (25210915)


Pengarang : Abdul Mughits

Abstract : This paper tries to see the Compilation of Islamic Economic Law by Islamic law perspective . This KHES compiling constitutes the “positifization” effort of economic law into national law system which that’s by sociological as response to new growth in economic law in the form of Islamic economic practices in Islamic finance institutions (lembaga keuangan syari’ah/LKS) . KHES is none other than the fiqh of Indonesia and ijtihad collective. That refers to resources which have popular in Islamic school of law with electic pattern. Because in its compiling has entangled Islamic judges, that represents the result of ijtihad, although in its compiling has only entangled a part of small expert and practitioner in islam law, not yet accommodated widely, so that will find many problem in its applying. Nevertheless KHES is the masterwork and the new penetration in economic law in Indonesia.

Pendahuluan
Hukum Ekonomi Syari’ah yang di kordinir oleh Mahkamah Agung RI belakangan ini merupakan respon perkembangan baru dalam hukum muamalat (Ekonomi islam). Praktik hukum muamalat sudah ada sejak Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan pada tahun 1990 kemudian disusul pendirian Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) , setelah melewati krisis ekonomi tahun 1998 perkembangannya semakin pesat.
Sejak tahun 1994 , jika terjadi persoalan ekonomi syari’ah maka akan di selesaikan lewat Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas) sebagai mediator bukan secara hukum. Karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus permasalahan itu.
Untuk saat ini praktek ekonomi syari’ah semakin marak melalui LKS-LKS. Kompilasi tersebut kemudian menjadi acuan dalam penyelesaian perkara ekonomi syari’ah . adapun lembaga peradilan yang menerapkan KHES adalah Peradilan Agama (PA).

Pengertian
Lahirnya KHES berawal dari tebitnya UU no 3 tahun 2006 ini memperluas kewenangan PA sesuai perkembangan hukum dan kebutuhan umat islam. Kini PA tidak hanya berwenang menyelesaikan sengketa dibidang perkawinan , waris , wasiat , hibah , wakaf dan sadaqah saja tetapi juga menangani permohonan pengangkatan anak dan sengketa dalam zakat , infaq dan sengketa hak milik antara sesama muslim. Setelah UU no 3 tahun 2006 maka ketua MA membentuk tim penyusunan KHES berdasarkan surat keputusan no KMA/097/SK/X/2006 tanggal 20 Oktober 2006.
Pemberlakuan pengakuan hukum islam secara formal sudah dijamin dalam pasal 2 aturan peralihan UUD ’45 , pasal 29 ayat 2 UUD ’45 dan Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Terjadi banyak pertentangan teori hukum dalam menyelesaikan sengketa pada ekonomi syari’ah , normanya hukum islam menghendaki pemberlakuan hukum oleh setiap pemeluknya masalah cara pemberlakuannya itu kembali pada metode pendekatannya.
Penyusunan KHES ini sendiripun seperti terburu-buru karena kurangnya menggali aspek-aspek sosiologis umat islam dan legal opinion di kalangan pakar dan ulama yang di libatkan ganya sebagian kecil ,tetapi hal ini dapat dimaklumi karena KHES ini sudah didesak oleh kebutuhan , tapi harus disadari bahwa KHES adalah terobosan baru dalam sejarah pemikiran hukum islam di Indonesia.
Sumber hukum islam dan sumber lainnya menjadi rujukan dalam penyusunan KHES , seperti yang di ketahui sumber hukum islam di bagi menjadi dua kelompok yaitu :
1.       Sumber hukum yang di sepakati atau sering di sebut sumber utama yaitu Al-Qur’an , Sunnah , Ijma dan qiyas
2.       Sumber hukum yang di perselisihkan.
KHES merupakan bagian dari produk ijtihad secara kolektif karena melibatkan banyak kalangan ahli dalam hal ini tidak mengharuskan semua orang menguasai hukum islam tetapi cukup menguasai dalam bidangnya hanya saja dalam penyusunan KHES hanya mengkordinir sebagian kecil .

Kesimpulan
KHES di susun sebagai respons perkembangan hukum mu’amalat dalam ekonomi syari’ah . KHES merupakan upaya pengakuan hukum islam secara formal dalam kehidupan umat islam yang sudah dijamin oleh system konstitusi Indonesia. Hukum Ekonomi Syari’ah mengakomodir kenyataan sosiologis umat islam , terutama dalam hukum-hukum yang lebih dominan dimensi duniawinya. 

Fungsi Dan Relevasi Filsafat Hukum Bagi Rasa Keadilan Dalam Hukum Positif

FUNGSI DAN RELEVANSI FILSAFAT HUKUM BAGI RASA KEADILAN DALAM HUKUM POSITIF


Risca Damayanthi (26210025)
Nurvita Setyaningsih (25210225)
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
Setyo Rini Purbowati (26210489)
Ridwan (25210915)


Oleh :  R.Arry Mth. Soekowathy

ABSTRACT
The writer in this paper tried to investigate and describe the philosopical thoughts of the function of Law Philosophy and its relevance to the sense of justice according to the positive law. The formulated hypothesis are: (1) The enforcement of the law materialized the justice and the certainty and insurance in justice (2) The description of the sense of justice should be in the existing positive law, (3) The philosophy of law represented the search for the deepest meaning of the ultimate result in the law wisdom.

PENDAHULUAN
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi (Muchsan, 1985: 42).
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak karena tidak member kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang benar. Produk hukum telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum jatuh.. Manusia lepas dari jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas secara sistematik sehingga perkara tidak dapat diadili secara tuntas bahkan justru berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun masalah baru yang lebih aktual. Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan.
Filsafat hukum berasal dari pemikiran Yunani yakni kaum Hemer sampai kaum Stoa sebagai peletak dasarnya. Adapun dasar-dasar utama filosofi hukum timbul dan berkembang dalam negara kota (Polis) di Yunani. Keadaan ini merupakan hasil perpaduan antara kondisi Polis dan perenungan (comtemplation) bangsa Yunani. Renungan dan penjabaran kembali nilai-nilai dasar tujuan hukum, sistem pemerintahan, peraturan-peraturan, kekuasaan absolut mendorong mereka untuk memikirkan masalah hukum.
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”, dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya manusia yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar, dan sah. Kondisi geografi yang tenang, keadaan sosial-ekonomi dan politik yang damai memungkinkan orang berpikir bijak, memunculkan filsafat yang memikirkan bagaimana keadilan itu sebenarnya, akan kemana hukum diberlakukan bagi seluruh anggota masyarakat, bagaimana ukuran objektif hukum berlaku secara universal yang berlaku untuk mendapatkan penilaian yang tepat dan pasti.

PEMBAHASAN
Ø  KONSEP TENTANG FILSAFAT HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN
PEMIKIRAN FILOSOFIS
Pada dasarnya manusia menghendaki keadilan, manusia memiliki tanggung jawab besar terhadap hidupnya, karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex, dan vindex (Poedjawijatna, 1978: 12). Proses reformasi menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan demi terwujudnya supremasi hukum dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan tujuan hukum: Ketertiban, keamanan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, kebenaran dan keadilan. Pemikiran filosofis keadilan yang berkaitan dengan filsafat hukum berkaitan erat dengan pemikiran John Rawls mengungkapkan 3 faktor utama yaitu :
1.       perimbangan tentang keadilan (Gerechtigkeit)
2.       kepastian hukum (Rechtessisherkeit)
3.       kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit) (Soetandyo, 2002: 18).
Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Keadilan merupakan salah satu tujuan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.
Keadilan adalah kehendak yang ajeg, tetap untuk memberikan kepada siapapun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan tuntutan jaman. Korelasi antara filsafat, hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali temali antara kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali, dibuat dari nilai-nilai yang terkandung dalam bumi pertiwi yang berupa kesadaran dan cita hukum (rechtidee), cita moral, kemerdekaan individu dan bangsa, perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan tujuan negara. Hukum mencerminkan nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang mempunyai kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Hukum yang hidup pada masyarakat bersumber pada Hukum Positif, yaitu :
1.       Undang-undang (Constitutional)
2.       Hukum kebiasaan (Costumary of law)
3.       Perjanjian Internasional (International treaty)
4.       Keputusan hakim (Jurisprudence)
5.       Doktrin (Doctrine)
6.       Perjanjian (Treaty)
7.       Kesadaran hukum (Consciousness of law) (Sudikno M, 1988: 28).
Tata rakit antara filsafat, hukum dan keadilan, dengan filsafat sebagai induk ilmu (mother of science), adalah untuk mencari jalan keluar dari belenggu kehidupan secara rational dengan menggunakan hukum yang berlaku untuk mencapai keadilan dalam hidupnya. Peranan filsafat tak pernah selesai, tidak pernah berakhir karena filsafat tidak menyelidiki satu segi tetapi tidak terbatas objeknya, namun filsafat tetap setia kepada metodenya sendiri dengan menyatakan semua di dunia ini tidak ada yang abadi yang tetap hanya perubahan, jadi benar filsafat ilmu tanpa batas. Filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika yang bersifat universal.
Filsafat memiliki cabang umum dan khusus serta beberapa aliran di dalamnya, terkait dengan persoalan hukum yang selalu mencari keadilan, hukum dan keadilan tidak semata-mata ditentukan oleh manusia tetapi alam dan Tuhan ikut menentukan. Alam akan memberikan hukum dan keadilan lebih karena alam mempunyai sifat keselarasan, keseimbangan, keajegan dan keharmonisan terhadap segalanya, alam lebih bijaksana dari segalanya. Manusia terlibat dalam alam semesta sehingga manusia tunduk dan taat pada alam semesta walaupun hukum alam dapat disimpangi oleh akal manusia tetapi tidak semuanya, hanya hal-hal yang khusus terjadi. Kebenaran hukum sangat diharapkan untuk mendukung tegaknya keadilan. Manusia dan hukum terlibat dalam pikiran dan tindakannya, karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex dan vindex pada setiap persoalan yang dihadapi manusia.
 Filsafat hukum memfokuskan pada segi filosofisnya hukum yang berorientasi pada masalah-masalah fungsi dari filsafat hukum itu sendiri yaitu melakukan penertiban hukum, penyelesaian pertikaian, pertahankan dan memelihara tata tertib, mengadakan perubahan, pengaturan tata tertib demi terwujudnya rasa keadilan berdasarkan kaidah hukum abstrak dan konkrit.
Pemikiran filsafat hukum berdampak positif sebab melakukan analisis yang tidak dangkal tetapi mendalam dari setiap persoalan hukum yang timbul dalam masyarakat atau perkembangan ilmu hukum itu sendiri secara teoritis, cakrawalanya berkembang luas dan komprehensive. Pemanfaatan penggabungan ilmu hukum dengan filsafat hukum adalah politik hukum, sebab politik hukum lebih praktis, fungsional dengan cara menguraikan pemikiran teleologiskonstruktif yang dilakukan di dalam hubungannya dengan pembentukan hukum dan penemuan hukum yang merupakan kaidah abstrak yang berlaku umum, sedangkan penemuan hukum merupakan penentuan kaidah konkrit yang berlaku secara khusus.
Di dalam memahami adanya hubungan ilmu hukum dengan Hukum Positif, menyangkut hukum normatif diperlukan telaah terhadap unsur-unsur hukum. Unsur hukum mencakup unsur ideal dan rational. Unsur Ideal mencakup hasrat susila dan ratio manusia yang menghasilkan asas-asas hukum, unsur riil mencakup kebudayaan, lingkungan alam yang menghasilkan tata hukum. Unsur ideal menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum. Unsur riel menghasilkan tata hukum yang dalam hal ini dipengaruhi asas-asas hukum yang bertitik tolak dari bidang-bidang tata hukum tertentu dengan cara mengadakan identifikasi kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan di dalam perundangundangan tertentu (Soerjono Soekanto, 1986 : 16).

Ø  IMPLIKASI FILSAFAT HUKUM DALAM KENYATAAN HIDUP
BERMASYARAKAT, BERNEGARA, DAN BERBANGSA
Penerapan Filsafat Hukum dalam kehidupan bernegara mempunyai variasi yang beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup bangsa (Wealtanchauung) masing-masing. Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak mungkin mampu mencapai sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa ideologi adalah gagal, negara akan kandas di tengah perjalanan. Filsafat Hidup Bangsa (Wealtanchauung) yang lazim menjadi filsafat atau ideologi negara, berfungsi sebagai norma dasar (groundnorm) (Hans Kelsen, 1998: 118)
Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum (Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukum (Zeweckmassigkeit).  Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dari trans empirical setiap pribadi manusia.
Cita hukum (rechtidee) mempunyai fungsi konstitutif memberi makna pada hukum dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit umum dan mendahului semua hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat dipersatukan. Pengertian, fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan betapa fundamental kedudukan dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dari tata hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya diwujudkan sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi dasar dan acuan pembangunan kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi pembanguan hukum dalam bidang-bidang lainnya. Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional.
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang. Masyarakat mengharapkana danya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat yang mendapatkan perlakuan yang baik, benar akan mewujudkan keadaan yang tata tentrem raharja. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman,kesejahteraan, kedamaian, kebenaran, dan keadilan (Soejadi, 2003: 5).

KESIMPULAN
Ø  Suatu penjabaran kembali fungsi filsafat hukum di dalam masyarakat adalah perlu yakni berupa pengertian, penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan aturan-aturan yang berlaku, sesuai dengan kebutuhan sosial yang relevan dengan perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat, sesuai dengan berlakunya Hukum Positif.
Ø  Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif.
Ø  Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasardasar hukum secara filosofis serta mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan kenyataankenyataan hukum yang berlaku, bahkan tidak menutup kemungkinan hukum menyesuaikan, merubah secara radikal dibawah tekanan hasrat manusia yang berubah tiada batas, untuk membangun paradigma hukum baru, guna memenuhi kebutuhan perkembangan hukum pada suatu masa tertentu, suatu waktu dan pada suatu tempat.
Ø  Rasa keadilan harus diberlakukan dalam setiap lini kehidupan manusia yang terkait dengan masalah hukum, sebab hukum terutama filsafat hukum menghendaki tujuan hukum tercapai yaitu :
a.       Mengatur pergaulan hidup secara damai
b.      Mewujudkan suatu keadilan
c.       Tercapainya keadilan berasaskan kepentingan, tujuan dan kegunaan, kemanfaatan dalam hidup bersama.
d.      Menciptakan suatu kondisi masyarakat yang tertib, aman dan damai.
e.      Hukum melindungi setiap kepentingan manusia di dalam masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga terwujud kepastian hukum (rechmatigkeit) dan jaminan hukum (Doelmatigkeit)
f.        Meningkatkan kesejahteraan umum (populi) dan mampu memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan seluruh anggota masyarakat serta memberikan kebahagiaan secara optimal kepada sebanyak mungkin orang, dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya (utilitarianisme).
g.       Mempertahankan kedamaian dalam masyarakat atas dasar kebersamaan sehingga terwujud perkembangan pribadi atas kemauan dan kekuasaan, sehingga terwujud “pemenuhan kebutuhan manusia secara maksimal” dengan memadukan tata hubungan filsafat, hukum, dan keadilan.
Ø  Rasa keadilan yang dirumuskan hakim mengacu pada pengertian-pengertian aturan baku yang dapat di pahami masyarakat dan berpeluang untuk dapat dihayati, karena rasa keadilan merupakan “soko guru” dari konsp-konsep “the rule of law”. Hakim merupakan lambang dan benteng dari hukum jika terjadi kesenjangan rasa keadilan. Jika rasa keadilan hakim dan rasa keadilan masyarakat tidak terjadi maka semakin besar ketidakpeduliannya terhadap hukum, karena pelaksanaan hukum menghindari anarki.
Ø  Penegakan hukum tetap dikaitkan dengan fungsi hukum, filsafat negara, dan ideologi negara, karena ketiganya berperan dalam pembangunan suatu bangsa. Filsafat hidup bangsa (weltanschauung) lazimnya menjadi filsafat negara atau Ideologi Negara, sebagai norma dasar (groundnorm). Norma dasar ini menjadi sumber cita dan moral bangsa karena nilai ini menjadi Cita Hukum dan paradigma keadilan suatu bangsa sesuai dengan hukum yang berlaku (Hukum Positif). Penjabaran fungsi filsafat hukum terhadap permasalahan keadilan merupakan hal yang sangat fundamental karena keadilan merupakan salah satu tujuan dari hukum yang diterapkan pada Hukum Positif. Hukum merupakan alat untuk mengelola masyarakat (Law as a tool of social engineering, menurut Roscoe Pound), pembangunan, penyempurna kehidupan bangsa, negara dan masyarakat demi terwujudnya rasa keadilan bagi setiap individu, yang berdampak positif bagi terwujudnya “kesadaran hukum”.

Review Hukum Perikatan

HUKUM PERIKATAN DALAM KEGIATAN EKONOMI

Risca Damayanthi (26210025)
Nurvita Setyaningsih (25210225)
Riza Fajar Anggraeni (26210089)
Setyo Rini Purbowati (26210489)
Ridwan (25210915)

Penulis   : Yusmedi Yusuf

Abstrak

Kegiatan perekonomian banyak menggunakan ketentuan hukum perikatan yang timbul dari perbuatan hokum perdata. Perbuatan hukum yang banyak mengandun aspek ekonomis atau perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan harta kekayaan pada seseorang dan badan hokum. Dasar hukum perikatan terdapat dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUHPER) dan kitab undang-undang dagang (KUHD) serta undang-undang khusus yang timbul dalam perkembangan perekonomian di masyarakat. Kegiatan  perekonomian timbul dalam perbuatan hukum jual-beli, sewa-menyewa, asuransi perbankan, pasar modal, surat-surat berharga, perjanjian kerja dan lainnya dengan menganut kepada asas kebeasan berkontrak berdasarkan pasal1320 jo 1338 KUHPER sebagai induk hokum perikatan yang banyak digunakan dalam hubunan di masyarakat.


Pendahuluan

hukum bertujuan mengatur berbagai kepentingan manusia dalam rangka pergaulan hidup di masyarakat.kepentingan manusia dalam masyarakat begitu luas, mulai dari kepentingan pribadi hingga masyarakat dengan Negara. Untuk itu pergolongan hukum privat mengatur kepentingan individu atau pribadi, seperti hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perikatan yang terdapat dalam buku III kitab undang-undang hukum perdata merupakan hukum yan bersifat khusus dalam melakukan perjanjian dan perbuatan hukum yang bersifat ekonomis atau perbuatan hukum yang dapat dinilai dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum.
Dalam kegiatan ekonomi terdapat upaya untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Namun harus berdasarkan peraturan dan norma yang terdapat dalam undang-undang yang berlaku maupun hukum yang berlaku. Dengan adanya hubungan hukum maka terjadfi pertalian hubungan subjek hukum dengan objek hukum (hubungan hak kebendaan). Dalam hukum perikatan didalamnya terdapat dua azas yaitu azas konsensualitas dan azas kebebasan berkontrak.
Dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, tentunya memerlukan perangkat hukum nasional yang sesuai dengan hukum perikatan atau kontrak yang berkembang dinamis dalam masyarakat melengkapi perangkat perundang-undangan. Di Indonesia berbagai peratutran undang-undang dibuat oleh pemerintah Indonesia telah menggantikan sebagian kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang. Naumun untuk mengisi kekosongan hukum di Indonesia maka ke dua kitab undang-undang itu masih digunakan sampai ada peraturan perundang-undangan yang baru untuk menggantinya.

Pembahasan

Kontrak atau perjanjian suatu peristiwa dimana seorang bernajnji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji unuk melaksanakan sesuatu. Akibat peristiwa ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara dua orang yang disebut dengan perikatan. Perjanjian akan menimbulkan perikatan yaiu undang-undang. Perikatan yang ditimbulkan oleh undang-undang dikarenakan para pihak melaksanakan ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam melakukan kontrak atau transaksi dalam melakukan hukum perikatan, banyak menggunakan aspek persetujuan atau pengikatan para pihak dalam melakukan hubungan hukum dalam berbagai kegiatan ekonomi. Pengikatan yang timbul adalah suatu persetujuan yang bersifat ekonomis dalam bidang keperdataan dengan dasar hukum dan kajian berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagai berikut:

A.  Azas kebebasan berkontrak

Perikatan bersumber pada perjanjian dan undang-undang (pasal 1320 jo 1338 KUHPer). Pasal 1320 KUHPer berisi tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian meliputi :
§  kesepakatan para pihak . Para pihak yang mengadakan perjanjian harus ada penyesuaian kehendak dengan persetujuan untuk melakukan suatu perikatan.
§  kecakapan para pihak. Para pihak yang melakukan perjanjian haruslah memenuhi syarat sebagai subjek hukum yaitu berupa manusia dan badan-badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Badan hukum dapat bertindak sebagai subjek hukum apabila memenuhi sdyarat sebagai berikut :
1.                    Akta pendirian oleh Notaris
2.                   Pendaftaran di panitera pengadilan negeri setempat
3.                   Pengumuman dalam berita Negara atau lembaran Negara Republik Indonesia

3. Objek tertentu

Objek tertentu maksudnya para pihak melaksanakan perjanjian atau perikatan harus mempunyai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan pada saat kesepakatan terjadi.

4. Sebab yang halal

Dalam melaksanakan perjanjian atau perikatan tidak diperbolehkan melawan undang-undang, kebiasaan, dan ketertiban umum.

B. Subjek hukum perikatan

Kegiatan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan laba atau keuntungan.
Dalam perkembangannya manusia tidak mampu melaksanakan kegiatannya secara sendiri, maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan, asosiasi, dan atau dikenal menggunakan hukum perikatan dalam kebebasan berkontrak menurut Daeng (2009:7), sebagai berikut :

·         Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh seorang pengusaha, dalam masyarakat umu dikanal dengan nama Usaha Dagang (UD) dan Perusaan Dagang (PD).

Prosedur pendirian sebagai berikut :

a.       Akte pendirian notaries
b.      Izin usaha departemen perdagangan/dinas perdagangan setempat; UU No.3/1982 tentang wajib daftar perusahaan
c.       Memiliki nomor pokok wajib pajak/NPWP/UU No.6/1983 tentang perpajakan

·         Perusahaan Persekutuan (pasal 1618 KUH Perdata)  Perusahaan persekutuan adalah perjanjian dua orang atau lebih yang mengingatkan diri untuk masuk dalam persekutuan denan maksud membagi keuntungan.
·         Persekutuan Komanditer(pasal 19 samapai 21 KUHD)
·         Perseorangan Firma (pasal16sampai 18 KUHD)
·         Peseorangan Terbatas (UU No.20 Tahun 2007 tentang PT)

C. Perbuatan hukum perikatan

1. Jual-beli

Perjanjian jual beli sebagai perikatan antara penjual dengan pembeli dengan hak dan kewajiban dalam perbuatan hukum berupa penyerahan barang dengan pembayaran harga barang.

2. Sewa-menyewa

Kesepakatan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum antara sipenyewa dan sipemilik barang.

3. Asuransi

Asuransi menurut pasal 246 KUHD ialah suatu perjanjian antara penanggung dengan tertanggung untuk mengalihkan risiko oleh kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan oleh peristiwa yang tidak dapat dipastikan dengan pembayaran premi tertentu.
Asuransi terbagi menjadi dua bagian, yakni :

·         Asuransi kerugian. Asuransi dilakukan berdasarkan kesepakatan untuk mengalihkan risikon dari tertanggung kepada pihak penanggun atau pihak ketiga berdasarkan Evenement yakni suatu peristiwa yang tidak dapat diduga akan terjadi oleh masing-masing pihak.
·         Asuransi sejumlah uang. Asuransi dilakuakn terhadap peristiwa yang pasti akan terjadi. Jenis asuransi ini bersifat tabungan.

4. Perbankan

Kredit perbankan meurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menyatakan penyediaan uang atau tagihan bedasarkan perjanjian atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain untuk melunasi utang dalam jangka waktu dan bunga yang ditentukan. Kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan dari bank yang dipakai untuk modal usaha.
Nasabah dalam melakukan kredit harus memiliki syarat dalam 4 C, yaitu Capital, Collateral, Condite, Condition of economc.

5. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI)

Perlindungan atas hak cipta, merk, dan paten serta desain industry terhadap pembajakan serta perlindungan dalam lisensi kepada pemegang haknya berdasarkan perjanjian untuk mendapatkan nilai ekonomis. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak paten, hak cipta, hak merk, dan desain industry kepada pemegang hak lain untuk mengambil manfaat ekonomi dan perlindungan dalam jangka waktu tertentu.

6. Perjanjian kerja

Peristiwa hukum dalam melaksanakan hubungan kerja antara pihak pekerja dengan pihak pemberi kerja. Dalam perjanjian kerja ini terdapat kesepakatan untuk melakukan pekerjaan antara pihak pengusaha dengan pekerja untuk mendapatkan upah, penempatan kerja, tunjangan, bonus, dan kesehatan serta keselamatan kerja.

7. Surat berharga

Surat berharga adalah surat yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat dialihkan kegunaannya untuk transaksi perdagangan dari penerbitan samapai penagihan kepada pihak debitur. Unsur-unsur surat berharga meliputi : dapat dialihkan kepada pihak lain, mempunyai nilai komersial, surat tersebut mempunyai hak tagih kepada pemegangnya. Surat berharga  berfunsi sebagai surat tuntutan hutan, pembawa hak, dan mudah diperjual belikan.

8. Pasar modal

Pasar modal adalah bursa efek. Bursa adalah gedung yang ditetapkan sebagai kantor untuk kegiatan perdagangan valuta asin, efek, dan komoditi. Bursa efek adalah tempat diperdagangkannya efek. Efek merupakan setiap surat berharga yang bisa diperdagangkan dalam bursa, misalnya saham, obligasi, atau bukti lainnya termasuk sertifikat, bukti keuntungan, dan surat-surat jaminan yang digunakan untuk membeli saham, obligasi, atau bukti penyertaan dalam modal atau pinjaman lainnya.

D. Objek hukum perikatan

Benda merupakan objek hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan benda. Benda dalam pasal 499 KUHPer adalah semua barang dan hak. Hak disebut juga bagian dari harta kekayaan . Barang sifatnya berwujud sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dengan demikian pengertian benda mencakup barang berwujud dan tidak berwujud (hak).
Benda adalah system tertutup maksudnya adalah orang tidak dapat mengadakan hak kebendaan baru selain yang sudah ditetapkan oleh undang-undang. Misalnya ketentuan tentang hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak guna bangunan atas tanah sudah ditetapkan dalam Undang-Undang pokok Agraria. Contoh lainnya : UU merek, UU hak cipta, UU paten. Sedangkan Benda adalah system terbuka artinya orang dapat mengadakan perjanjian apapun yang sudah diatur oleh Undang-Undang (KUHPer, UU Khusus) maupun belum ada peraturan dalam UU.
Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan secara langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan kepada siapapun juga. Contohnya : hak milik, hak sewa, hak memungut hasil, hak pakai, hak gadai, hak tanggungan, hak cipta dan lainnya.

E. Wansprestasi dalam hukum perikatan

Penegakan hukum perikatan dilakukan apabila suatu pihak dalam melakukan hubugan hukum melakukan ingkar janji atau cidera janji.
Sanksi atau hukuman terhadap debitur yang melakukan Wansprestasi terbagi menjadi empat bagian :


         1.  Meminta pelaksanaan perjanjian meskipun telah dinyatakan terlambat.
          2. Meinta ganti kerugian yang dideritanya karena perjanjian terlambat atau tidak dilaksanakan.
          3. Menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti kerugian.
          4. Perjanjian dibatalkan disertai ganti kerugian. (Subekti, 1980:147)


Akibat Wansprestasi mempunyai akibat yang sangat penting maka sanksi hukum yang ditetapkan :
          1. Ganti kerugian berupa biaya, rugi, dan bunga
          2. Pembatalan perjanjian
          3. Peralihan risiko
       
     Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan perekonomian diatur oleh hukum perdata yang timbul dalam perikatan yang bersumber dari perjanjian dan Undang-Undang. hukum perikatan digunakan dalam perbuatan hukum jual-beli, sewa-menyewa, asuransi, perbankan, surat-surat berharga, perjanjian kerja, pasar modal dan lainnya. Hukum perikatan juga menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualitas sebagai induk dari kebebasan para pihak dalam melakukan perikatan. Benda sebagai objek perikatan disebut objek hukum dalam penyerahan benda bergerak dan tidak bergerak merupakan salah satu prestasi yang harus dilakukan hak dan kewajibannya kepada salah satu pihak dalam perikatan.